SEMA Nomor 1 Tahun 2023 mengatur tentang Tata Cara Panggilan dan Pemberitahuan Melalui Surat Tercatat. Maksud SEMA ini diterbitkan adalah untuk menciptakan keseragaman terhadap norma yang terdapat dalam Perma Nomor 7 Tahun 2022, yang menjelaskan bahwa penyampaian panggilan dan pemberitahuan kepada para pihak, termasuk pihak ketiga, yang tidak memiliki alamat/domisili elektronik dalam proses administrasi dan persidangan di pengadilan dilakukan melalui surat tercatat. SEMA ini memberikan panduan mengenai metode baru dalam memanggil atau memberitahukan dokumen pengadilan kepada pihak berperkara atau pihak ketiga. Sebagai metode baru, hal ini tentu saja berbeda dengan ketentuan yang sebelumnya diatur dalam HIR/RBG.
Panggilan Sah dan Patut Menurut HIR/RBG
Merujuk pada ketentuan dalam HIR, khususnya Pasal 122, Pasal 388, dan Pasal 390, panggilan dianggap “sah” jika dilakukan oleh pejabat berwenang di wilayah yurisdiksi tertentu, seperti Jurusita atau Jurusita Pengganti (Pasal 388). Panggilan harus disampaikan langsung kepada pihak yang berperkara di tempat tinggalnya. Jika tidak bisa bertemu langsung, panggilan disampaikan kepada Kepala Desa (Pasal 390 ayat 1). Sedangkan kriteria "patut" menyatakan bahwa waktu antara penerimaan panggilan dan hari sidang minimal 3 hari kerja (Pasal 122).
Konsepsi Baru Panggilan Sah dan Patut
Mahkamah Agung telah mengubah konsep "sah dan patut" sebuah panggilan dalam SEMA Nomor 1 Tahun 2023. Aspek “sah/resmi” kini tidak bergantung pada Jurusita, tapi Majelis Hakim yang memberikan perintah kepada pihak ketiga (penyedia jasa pengiriman) yang ditunjuk Mahkamah Agung untuk memanggil pihak atau memberitahukan dokumen pengadilan melalui surat tercatat. Konsep baru yang lain adalah, jika pihak yang berperkara tidak dapat ditemui di tempat tinggalnya, panggilan atau pemberitahuan dapat diberikan kepada orang dewasa serumah, petugas resepsionis, atau petugas keamanan, asalkan mereka bukan pihak lawan dan bersedia difoto diri serta kartu identitasnya. Penerima surat tercatat tidak perlu khawatir foto kartu identitasnya akan disalahgunakan karena petugas pos merupakan pelaksana perintah Majelis Hakim yang secara resmi bertugas menyampaikan dokumen pengadilan berdasarkan Surat Perjanjian Kerjasama Pengiriman Dokumen Surat Tercatat antara MA RI dengan PT POS (Persero) Nomor: 02/HM.00/PKs/V/2023 Nomor: PKS106/DIR-5/0523. Apabila pihak berperkara tidak dapat ditemui secara langsung dan orang dewasa di rumah atau petugas tidak mau difoto beserta kartu identitasnya, panggilan disampaikan kepada Kepala Desa/Lurah atau aparaturnya.
Adapun kriteria "patut" tetap tidak berubah. SEMA Nomor 1 Tahun 2023 mengharuskan jarak antara penerimaan panggilan melalui surat tercatat dan hari sidang minimal 3 hari kerja, serta pengirimannya minimal 6 hari kalendar sebelum sidang, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
SEMA Nomor 1 Tahun 2023
Perjanjian Kerjasama Mahkamah Agung RI dengan PT. Pos Indonesia